Bekerjasam dengan DINAS KESEHATAN BARITO SELATAN

Minggu, 30 Januari 2011

MENKES BEBERKAN PROGRAM PRIORITAS KEMENKES 2011


Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR-RI tanggal 18 Januari 2010 di Jakarta, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, selain memaparkan evaluasi Kinerja Tahun 2010 juga membeberkan 5 prioritas program pembangunan kesehatan Tahun 2011.
Dalam Raker yang juga dihadiri para pejabat Eselon I dan II tersebut, Imam Soeroso dari Fraksi PDIP menanyakan penyakit yang diderita dr. Endang Rahayu Sedyaningsih.
Pertanyaan ini langsung memancing interupsi Dhiana Anwar dari Fraksi Partai Demokrat (FD) yang menyatakan anggota FD akan walkout bila dalam Raker membahas hal-hal pribadi. “ Interupsi Ketua, mohon maaf Ibu Endang ke sini mewakili pemerintah, jangan sangkut pautkan dengan masalah pribadi”, ucap Dhiana.

Menurut Menkes, sesuai Perpres No. 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011, terdapat 5 kebijakan program prioritas. Pertama, pelaksanaan program kesehatan preventif terpadu yang meliputi pemberian imunisasi dasar, penyediaan akses sumber air bersih dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas, penurunan tingkat kematian ibu, serta tingkat kematian bayi. Kedua, Revitalisasi progam KB melalui peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB. Ketiga, peningkatan sarana kesehatan melalui penyediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional.Keempat, peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan obat terutama obat esensial generik. Kelima, Universal coverage (cakupan pembiayaan kesehatan untuk semua penduduk).
Ditambahkan, untuk mendukung program tersebut Kementerian Kesehatan memperoleh anggaran sebesar 27,6 Triliun yang diperuntukkan pada 8 program, yaitu : Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kemenkes Rp. 2,81 Triliun; Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kemenkes Rp. 88 Milyar; Bina Gizi dan KIA Rp. 1,87 Triliun; Pembinaan Upaya Kesehatan Rp. 16,47 Triliun; Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan Rp. 1,62 Triliun; Kefarmasian dan alat kesehatan Rp. 1,45 Triliun; Penelitian dan pengembangan kesehatan Rp. 540 Milyar; Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan Rp. 2,78 Triliun.
Sedangkan anggaran prioritas pada tahun 2011 meliputi : Jamkesmas sebesar Rp. 5,125 Triliun; Jampersal sebesar Rp. 1,223 Triliun; Bantuan Operasional sebesar Rp. 904 Miliar; Gaji, termasuk untuk PTT sebesar Rp. 3,929 Triliun; Dana Pendidikan sebesar 1,924 Triliun; Dana Dekonsentrasi sebesar Rp. 798 Miliar; Dana Tugas Pembantuan sebesar Rp.2,981 Triliun; Obat dab Vaksin sebesar Rp. 1,22 Triliun; Riset Fasilitas Kesehatan sebesar Rp.147 Miliar, ujar Menkes.
Selanjutnya Menkes menegaskan, dalam upaya mengantisipasi berbagai tantangan yang terjadi, maka pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah menyusun 7 kegiatan unggulan.
  1. Revitalisasi pelayanan kesehatan. Komponen penunjang kegiatan ini adalah Peningkatan sarana prasarana kesehatan rujukan: 450 RSUD Provinsi/Kab/Kota, Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar di 397 kab/kota.
  2. Ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu SDM yang teriri dari Beasiswa/Tugas Belajar: pendidikan dokter spesialis sebanyak 1.040, Pendayagunaan dokter residen akhir sebanyak 1.550 orang, Pengangkatan tenaga PTT: dokter 4.543 (naik 59% dari 2010), drg 1.344 (naik 58% dari 2010), bidan 30.901 (naik 8% dari 2010).
  3. Ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektivitas, keterjangkauan obat, vaksin, alkes. Kegiatan ini terdiri dari bantuan buffer stock obat/instalasi farmasi di 476 Kab/Kota, terlaksananya tahap pertama pengobatan dgn Jamu di 60 Puskesmas dan 12 RS, dan 115 kab/kota melakukan E-logistic obat.
  4. Kegiatan unggulan selanjutnya adalah Jaminan Kesehatan Untuk 76,4 juta penduduk miskin disertai peningkatan/perluasan kelas III di 93 RS dan peningkatan 85 RS Fasilitas kesehatan yang menangani Jamkes sehingga total menjadi 1.100 RS.
  5. Inovasi terbaru yang dilakukan pada tahun 2011 adalah Jaminan Persalinan berupa penyediaan alokasi anggaran untuk paket persalinan dgn sasaran 2,5 juta ibu hamil di seluruh Indonesia diharapkan mampu mempercepat pencapaian angka kematian Ibu dan bayi di Indonesia.
  6. Keberpihakan pada Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK), kegiatan ini terdiri dari Flying health care di provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat; peningkatan sarana prasarana di 99 Puskesmas dan jaringannya di daerah perbatasan;dan penempatan tenaga kesehatan di DTPK sebanyak 2.445 orang. Peningkatan bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Provinsi Maluku dan Malut, senilai Rp 200 juta/Puskesmas/tahun; Provinsi NTB, NTT, Papua, Papua Barat, senilai Rp 250 juta/Puskesmas/tahun.
  7. World Class Health Care, telah ada 3 Rumah Sakit yang lulus akreditasi internasional dari Joint Commite International (JCI). Pada tahun 2011 disiapkan 3 RS Pemerintah untuk akreditasi JCI, yaitu RSCM, RS Sanglah dan RSPAD Gatot Subroto. Disamping itu akan dilakukan penyempurnaan sistem akreditasi dengan ISQUA (International Society for Quality in Health Care) serta Peningkatan bantuan akreditasi RS publik di wilayah Indonesia Timur sebanyak 66 RS.
Alokasi BOK
Menkes menambahkan, pada tahun 2011, telah dialokasikan dana BOK sebesar 904.250 Milyar, yang diperuntukkan pada2.271 Puskesmas di Pulau Sumatera dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 75 juta; 3.617 Puskesmas di Pulau Jawa-Bali dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 75 Juta; 836 Puskesmas di Pulau Kalimantan dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 100 Juta; 1.126 Puskesmas di Pulau Sulawesi dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 100 juta; 256 Puskesmas di Pulau Maluku dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 200 juta; 458 Puskesmas di NTT dan NTB dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 250 juta; 403 Puskesmas di Papua dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 250 juta.
Selain itu, untuk beberapa kabupaten/kota yang alokasi anggaran manajemennya di bawah 50 juta, diberikan tambahan dengan total anggaran sebesar Rp. 305 juta.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon:  021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail :
READ MORE - MENKES BEBERKAN PROGRAM PRIORITAS KEMENKES 2011

Minggu, 23 Januari 2011

REFORMASI PRIMARY HEALTH CARE

Di masa depan Puskesmas sebaiknya tidak hanya dibina oleh Dinkes Kab/kota terkait kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), tapi juga perlu dibina oleh RS Kab/kota terkait Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat memberikan keynote speech yang bertema “Reforming Primary Health Care In Indonesia” pada Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI) di Batu, Malang 21 Januari 2011.
Menurut Menkes, Puskesmas sebagai focal point Primary Health Care (PHC) dibawahnya terdapat Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling (Pusling), Dokter Praktik dan Bidan Praktik. Di tingkat desa terdapat Polindes, Poskesdes, Posyandu, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Bina Keluarga Balita (BKB). Di tingkat supra-sistemnya terdapat Dinkes Kab/kota dan RS Kab/kota. Berkaitan dengan hal itu Menkes mengharapkan kepada dokter yang tergabung dalam PDK3MI dapat memberikan masukan dalam merevitalisasi PHC.
 
Masalah yang dihadapi dalam proses terkait PHC, antara lain setelah otonomi daerah, Puskesmas dinilai masih berat ke kuratif. Perlu diidentifikasi lagi apakah front line atau ujung tombak pelaksana public health yang tepat adalah di tingkat Puskesmas atau tingkat Poskesdes/Polindes. Di Thailand dan Malaysia posisinya di Klinik Desa. Selanjutnya,  perlu dikaji lagi bagaimana remunerasi yang tepat untuk tenaga kesehatan. Apakah  dalam bentuk gaji atau dengan model kontrak kinerja. Juga perlu dipikirkan struktur organisasi Puskesmas yang tanggap terhadap upaya public health, misalnya  memisahkan UKP dan UKM.
Karena itu Menkes mengharapkan para dokter yang tergabung dalam PDK3MI memberikan masukan dalam melakukan reformasi PHC.
Reformasi PHC yang mengadopsi pendekatan WHO dalam the WHO Annual Report 2008 dengan judul: “Primary Health Care, Now More Than Ever”, terdiri empat pilar yaitu :
• Reformasi pembiayaan kesehatan, pembiayaan pemerintah lebih diarahkan pada upaya kesehatan masyarakat (public goods) dan pelayanan kesehatan bagi orang miskin.
• Reformasi kebijakan kesehatan, kebijakan kesehatan harus berbasis fakta (evidence based public health policy)
• Reformasi kepemimpinan kesehatan (kepemimpinan kesehatan harus bersifat inklusif, partisipatif, dan mampu menggerakkan lintas sektor melalui kompetensi advokasi)
• Reformasi pelayanan kesehatan (pelayanan kesehatan dasar harus mengembangkan sistem yang kokoh dalam konteks puskesmas dengan jejaringnya serta dengan suprasistemnya (Dinkes Kab/kota, dan RS Kab/Kota).
Di masa mendatang PHC yang diinginkan adalah : Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; pusat  pemberdayaan masyarakat; pusat pelayanan kesehatan komprehensif di strata pertama dan (UKM dan UKP). Disamping itu Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dapat berjalan secara lintas sektor, Puskesmas sebagai  pembina teknis, terdapat alokasi anggaran yang cukup untuk upaya kesehatan masyarakat (public goods), serta terdapat sistem yang jelas mengenai peran Puskesmas dan jejaringnya termasuk dengan Dinkes Kab/Kota, RS Kab/Kota.
PHC (Deklarasi Alma Ata tahun 1978) adalah kontak pertama individu, keluarga, atau masyarakat dengan sistem pelayanan kesehatan. Pengertian ini sesuai dengan definisi SKN 2009, yang menyatakan bahwa Upaya Kesehatan Primer adalah upaya kesehatan dasar dimana terjadi kontak pertama perorangan atau masyarakat dengan pelayanan kesehatan sebagai proses awal pelayanan kesehatan langsung maupun pelayanan kesehatan penunjang, dengan mekanisme rujukan timbal-balik. Termasuk penanggulangan bencana dan pelayanan gawat darurat. Pelaku PHC adalah Pemerintah dan/atau Swasta. Di jajaran Pemerintah, PHC dilaksanakan oleh Puskesmas dan jejaringnya. Sedangkan di kalangan swasta, PHC dilaksanakan oleh dokter praktik, bidan praktik, dan bahkan oleh pengobat tradisional (Battra).
Menkes menegaskan, dalam mereformasi PHC hendaknya selalu memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku, baik yang terkait dengan kesehatan, keuangan, otonomi daerah, maupun lainnya. Dewasa ini, Indonesia mempunyai UU No 36 tahun 2010 tentang Kesehatan, UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dari ketiga UU tersebut, titik berat otonomi berada di pemerintah Kab/kota, dan alokasi keuangan dari pemerintah pusat sudah diserahkan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan sistem DAU, maka alokasi besaran anggaran kesehatan di APBD Kabupaten/Kota sangat bergantung kepada interaksi politik antara pihak eksekutif, yaitu Dinkes Kab/Kota, Bupati/Walikota dan pihak legislatif, yaitu  DPRD.
Di samping itu dalam konteks posisi PHC juga harus memperhatikan SKN tahun 2009. Selanjutnya, dalam mendisain kegiatan juga harus memperhatikan indikator-indikator dalam Standar Pelayanan Minimal Kesehatan.
Sejalan dengan berlakunya UU Otonomi Daerah, Puskesmas tidak lagi menjalankan program pokok yang seragam. Berdasarkan Kepmenkes No.128/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, program Puskesmas terbagi dua, yakni program wajib dan program pengembangan. Program wajib terdiri dari enam program pokok (six basics), yakni promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, perbaikan gizi, pemberantasan penyakit menular, KIA dan KB, serta pengobatan dasar. Bila diperlukan penambahan Program Puskesmas, maka program tersebut disebut program pengembangan sesuai  kebutuhan lokal atau lokal spesifik.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon : 021-52907416-9, faks : 52921669, Call Center : 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail : puskom.publik@yahoo.co.id, info@ depkes.go.id, dan kontak@ depkes.go.id.
READ MORE - REFORMASI PRIMARY HEALTH CARE

REFORMASI BIROKRASI PEMBANGUNAN KESEHATAN 2011

Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan menggulirkan 7 Reformasi Pembangunan Kesehatan yaitu 1) revitalisasi pelayanan kesehatan, 2) ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu sumberdaya manusia, 3) mengupayakan ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektifitas, keterjangkauan obat, vaksin dan alkes, 4) Jaminan kesehatan, 5) keberpihakan kepada daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), 6) reformasi birokrasi dan 7) world class health care.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,MPH, DR.PH bersama para menteri di lingkungan Kementerian Kesra pada paparan program prioritas tahun 2011 dengan media massa di Kantor Kemenkokesra, Jakarta tanggal 4 Januari 2011.
Menurut Menkes, dalam upaya pelayanan kesehatan pada tahun 2011 diutamakan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat dengan menekankan upaya promotif dan preventif. Tidak mungkin melakukan pelayanan kesehatan menunggu orang sampai jatuh sakit, karena hal itu akan menghabiskan biaya yang besar. Selain itu, juga menekankan pencegahan penyakit tidak menular yang disebabkan pola makan dan pola hidup yang tidak sehat, tanpa meninggalkan pengendalian penyakit menular yang masih belum hilang.
“Selain itu juga diupayakan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan primer dan rujukan di rumah sakit daerah maupun pusat”, ujar Menkes.
Untuk pemerataan kebutuhan tenaga kesehatan di seluruh daerah akan dilakukan pendataan Sumber Daya Manusia Kesehatan secara elektronik, sehingga dapat diketahui seberapa besar kebutuhan baik jumlah maupun jenisnya, sehingga untuk memenuhinya dapat dilakukan secara cepat. Sebelumnya, pendidikan dokter spesialis hanya diadakan di Fakultas Kedokteran perguruan tinggi negeri. Nantinya, Fakultas Kedokteran swasta yang mempunyai kualifikasi baik akan diperjuangan dapat melakukan program studi spesialis, kata Menkes.
Menurut Menkes, untuk memenuhi kebutuhan SDM jangka pendek dilaksanakan program Sister hospitals, yaitu program kerja sama antara rumah sakit yang lemah dengan rumah sakit yang lebih maju, sehingga terjadi proses pembelajaran tenaga kesehatan. Sedangkan dalam jangka menengah, dilakukan program dokter plus yaitu dokter umum diberi keterampilan tambahan spesialis. Program dokter plus ini diutamakan di Wilayah Indonesia Timur yang bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada. Sedangkan program jangka panjang dengan memberikan biasiswa dokter dari daerah untuk mengikuti pendidikan spesialis.
Dalam memantapkan posisi obat generik akan diupayakan peningkatan pengawasan agar mutu tetap terjaga, harga terjangkau dan distribusi merata. Untuk mendukung monitoring penggunaan obat generik akan digulirkan E-logistic. Selain itu, juga diselenggarakan E-prescription untuk mengawasi penulisan resep obat generik oleh dokter di pelayanan kesehatan pemerintah, ujar Menkes.
Menkes menambahkan, untuk memantapkan program jaminan kesehatan dasar, diupayakan sistem pembiayaan menjadi satu sistem nasional, dengan menerapkan paket benefit dasar, perhitungan biaya dan besaran premi yang sama, baik yang dibayar PT Askes, Jamkesmas, Jamkesda dan PT Jamsostek, sehingga tidak ada perbedaan pelayanan kesehatan. Untuk mendukung program tersebut, RUU tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) sedang dibahas pemerintah besama DPR, serta menyiapkan kelengkapan dasar hukum dan pedomannya. Selain itu, akan diupayakan adanya rumah sakit jamkes, yaitu rumah sakit yang hanya menyediakan pelayanan kesehatan kelas tiga.
“Khusus rumah sakit jamkes, pemerintah akan melibatkan peran serta swasta”, ujar Menkes.
Menurut Menkes, tahun ini akan diberlakukan program jaminan persalinan (Jampersal ) yang merupakan pelayanan paket kesehatan berupa kontrol terhadap ibu hamil (antenatal), persalinan, kontrol setelah melahiran (postnatal) dan pelayanan keluarga berencana. Paket ini berlaku untuk persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, mulai dari Polindes, Puskesmas dan rumah sakit pemerintah di kelas tiga tanpa ada pembatasan. Sedangkan pada tahun 2012 diutamakan persalinan untuk kehamilan pertama dan kedua saja.
Untuk mewujudkan keberpihakan kepada Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dalam pelayanan kesehatan, Kementerian Kesehatan akan bekerja sama dengan kementerian terkait seperti Kementerian Sosial, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementerian Pekerjaan Umum, Tentara Nasional Indonesia dan lembaga terkait  lainnya, ujar Menkes.
Temu media massa yang dipimpin Menkokesra H.R. Agung Laksono ini dihadiri 13 Menteri  dan ketua Lembaga yaitu Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH, Menteri Lingkungan Hidup Ir. Gusti Muhammad Hatta, Menteri  Agama, Surya Darma Ali, Menteri Sosial, Salim Segaf Al-Jufri, Menteri Pendidikan Nasional, Muh. Nuh, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, Menteri Pemuda dan Olah Raga, Andi Malarangeng, Kepala BKKBN, dr.Sugiri Syarif,  Kepada Badan POM, Dra. Kustantinah  dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB), Syamsul Muarif.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center : 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.idinfo@depkes.go.idkontak@depkes.go.id
READ MORE - REFORMASI BIROKRASI PEMBANGUNAN KESEHATAN 2011

Kamis, 20 Januari 2011

Masyarakat Barito Selatan Harus Waspada Demam Berdarah


 Foto Pelatihan Kader Jumantik  


By BorneoNew-Selasa, 18 Januari 2011 00:02
DINAS Kesehatan Kabupaten Barito Selatan (Dinkes Barsel) berharap masyarakat
berpe-ran aktif menjaga kesehatan lingkungan terutama dalam mencegah penyebaran
penyakit demam berdarah. Upaya pencegahan berkembangbiaknya nyamuk Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang biasanya berkembang pada musim penghujan 
bisa dilakukan dengan membersihkan se-lokan, melaksanakan 3M Plus yaitu menutup,
menguras, dan mengubur, serta menaburkan bubuk abate di tempat-tempat 
penampungan air. Selain itu juga masyarakat harus membiasakan diri tidur pakai ke-lambu
dan memakai vaselin anti nyamuk ketika berada di-tempat yang rawan DBD.
Demikian diungkapkan oleh Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PKM)

Din-kes Barsel, dr Yulia Setiawati di Buntok, kemarin. Dia menjelaskan, untuk men-cegah
meluasnya penyebaran DBD Dinkes Barsel rutin melaksanakan pengasapan atau biasa
disebut fogging. Pengasapan rutin dilakukan untuk meng-hadapi musim penghujan
Januari-Maret untuk memutus mata rantai penyebaran demam berdarah yang disebarkan oleh
nyamuk Aides Aigepty. Kemarin, pengasapan dila-kukan  di Kecamatan Dusun Selatan.
Utamanya, Kelurahan Jelapat, Kelurahan Hilir Sper, Buntok Kota, sampai ke Desa Pamait.
“Fogging dilakukan hanyalah untuk membunuh nyamuk dewasa saja, sedangkan
jentik-jentiknya tidak akan bisa mati hanya dengan pengasapan,” ungkap Yulia.
Dia menjelaskan, untuk membunuh jentik-jentik nyamuk dilakukan pembagian bubuk abate,

selain jugua bisa dengan program 3M Plus. Dinkes Barsel telah mempersiapkan bubuk
abate disetiap Puskesmas-Puskesmas. Bagi masyarakat yang tidak berada di wilayah
endemis bisa datang ke Puskes-mas terdekat untuk meminta bubuk abate secara gratis.
Sedangkan untuk wilayah endemis DBD, Dinkes Barsel akan membagikan  bubuk abate

yang berfungsi untuk membu-nuh jentik-jentik, juga tanpa dipungut biaya. “Dinkes Barsel telah
merekrut 25 orang pelajar SMA se-bagai petugas Juru Pemantau Jentik (Jumantik) untuk
membagikan bubuk abate ke setiap rumah di wilayah endemis,” tegas Yulia. (BI/S-4)
READ MORE - Masyarakat Barito Selatan Harus Waspada Demam Berdarah

Rabu, 19 Januari 2011

Legionella Mewabah di Bali?



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Kesehatan menyatakan akan terus menyelidiki dugaan wabah legionella di Bali setelah dilaporkan ada beberapa turis Australia terkena serangan bakteri tersebut. Bakteri ini menyerang saluran pernafasan.
"Tadi pagi tim baru datang dari Bali dan akan memeriksa sampel di laboratorium kami di Yogyakarta. Mungkin hasilnya seminggu lagi baru ketahuan," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE di Jakarta, Rabu.
 Selama melakukan penyelidikan mengenai kemungkinan adanya wabah tersebut, Dinas Kesehatan terkait disebut Tjandra telah melakukan desinfektan terhadap lokasi-lokasi yang diduga menjadi tempat penularan. "Ada dua daerah yang dilakukan desinfektan," katanya. 
Tjandra mengungkapkan pihak Kementerian Kesehatan dari Australia telah menghubungi pihaknya mengenai kemungkinan adanya wabah lewat jaringan International Health Regulations (IHR) yang diikuti kedua negara. Adanya jaringan tersebut memang mewajibkan suatu negara untuk melaporkan adanya dugaan kasus wabah agar dapat ditangani dan untuk antisipasi penularan selanjutnya. 
Sementara itu, sebanyak 10 orang turis asal Australia telah dipulangkan karena terjangkit penyakit legionella yang merupakan suatu penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri Legionella dan menyerang saluran napas di paru-paru.
APA ITU Legionella,
Legionella adalah patogen Gram negatif bakteri , termasuk spesies yang menyebabkanlegionellosis atau 'penyakit legiuner , terutama L. pneumophila . Ini dapat langsung divisualisasikan dengan perak noda.

Legionella adalah umum di banyak lingkungan, dengan setidaknya 50 spesies dan 70 serogrupdiidentifikasi. The samping rantai dari dinding sel membawa dasar bertanggung jawab atas spesifisitas antigen somatik dari organisme. Komposisi kimia dari rantai ini kedua belah pihak sehubungan dengan komponen-komponen seperti pengaturan gula yang berbeda menentukan sifat antigen O penentu atau somatik, yang berarti penting dari serologis mengelompokkan bakteri Gram-negatif banyak. Legionella mengakuisisi namanya setelah Juli, 1976 wabah penyakit misteri "itu belum dikenal-" sakit 221 orang, menyebabkan 34 kematian. Wabah ini pertama kali melihat di antara orang menghadiri konvensi dari Legiun Amerika - sebuah kongres carteran asosiasi dariUS militer veteran . Konvensi tersebut terjadi di Philadelphia selama Bicentennial AS tahun.Epidemi ini di antara para veteran perang AS, terjadi di kota yang sama - dan dalam hari ulang tahun ke-200 - penandatanganan Deklarasi Kemerdekaan , dipublikasikan secara luas dan menyebabkan kekhawatiran besar di Amerika Serikat. [ 3 ] Pada tanggal 18 Januari 1977 agen penyebab telah diidentifikasi sebagai bakteri tidak diketahui sebelumnya, kemudian bernamaLegionella . Lihat legiuner 'Penyakit untuk rincian lengkap.

Deteksi Legionella secara tradisional dideteksi oleh budaya pada buffered (ekstrak arang BCYE) Agar ragi. Legionella membutuhkan adanya sistein untuk tumbuh dan karena itu tidak tumbuh pada media agar darah biasa digunakan untuk laboratorium berdasarkan jumlah total layak atau displides situs. prosedur laboratorium umum untuk mendeteksi Legionella dalam air [ 4 ]berkonsentrasi bakteri (dengan sentrifugasi dan / atau filtrasi melalui filter 0,2 micrometre) sebelum inokulasi ke sebuah arang ekstrak ragi yang mengandung antibiotik agar (misalnya cyclohexamide vancomycim polymixin glisin, GVPC) untuk menekan lain flora dalam sampel.Panas atau pengobatan asam juga digunakan untuk mengurangi gangguan dari mikroba lain dalam sampel. Setelah inkubasi hingga 10 hari, koloni tersangka yang dikukuhkan sebagai Legionella jika mereka tumbuh pada mengandung sistein BCYE, namun tidak pada agar-agar tanpa sistein ditambahkan. imunologi teknik tersebut kemudian biasanya digunakan untuk menentukan jenis dan / atau serogrup bakteri hadir dalam sampel. Banyak rumah sakit menggunakan tes urin Legionella Antigen untuk deteksi awal saatLegionella pneumonia dicurigai. Beberapa keuntungan yang ditawarkan oleh tes ini adalah bahwa hasil dapat diperoleh dalam hitungan jam bukan lima hari yang diperlukan untuk budaya, dan bahwa spesimen urin umumnya lebih mudah diperoleh dari spesimen dahak.Salah satu kelemahan adalah bahwa tes urine hanya mendeteksi antigen anti bodi terhadapLegionella pneumophila , hanya budaya akan mendeteksi infeksi oleh yang lain spesies Legionella . Teknik-teknik baru untuk mendeteksi cepat Legionella pada sampel air yang muncul termasuk penggunaan rantai reaksi polimerase (PCR) dan tes imunologi cepat . Teknologi ini biasanya dapat memberikan hasil yang lebih cepat.
Patogenesis Legionella hidup dalam amuba di lingkungan alam. Legionella spesies adalah agen penyebab manusia 'penyakit legiuner dan bentuk yang lebih kecil, Pontiac demam. Legionellapenularan adalah melalui aerosol - yang menghirup tetesan kabut yang mengandung bakteri.sumber umum meliputi menara pendingin , kolam renang (terutama di negara-negara scandinavian dan negara-negara lain seperti Irlandia Utara), domestik sistem air panas, air mancur, dan penyebar serupa yang memanfaatkan suplai air publik. Sumber Alam Legionellatermasuk kolam air tawar dan anak sungai. -Ke-orang transmisi Pribadi Legionella belum terbukti. Begitu di dalam host, inkubasi bisa memakan waktu hingga dua minggu. Gejala awal adalah seperti flu, termasuk demam, menggigil, dan batuk kering. tahap Advanced penyebab masalah penyakit dengan gastrointestinal saluran dan sistem saraf dan menyebabkan diare dan mual.Gejala lanjutan lain pneumonia juga dapat hadir. Namun, penyakit ini umumnya tidak merupakan ancaman bagi sebagian besar individu yang sehat, dan cenderung menyebabkan gejala berbahaya hanya pada mereka dengan sistem kekebalan tubuh dan orang tua. Oleh karena itu, harus secara aktif diperiksa dalam sistem air rumah sakit dan rumah jompo. Departemen Kesehatan jasa Texas Negara memberikan rekomendasi untuk rumah sakit untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran infeksi nosokomial karena legionella. Menurut jurnal "Pengendalian Infeksi dan Rumah Sakit Epidemiologi," Rumah Sakit-diperoleh Legionella pneumonia memiliki tingkat kematian 28 %, dan sumbernya adalah sistem distribusi air.  Di Amerika Serikat, penyakit mempengaruhi antara 8.000 hingga 18.000 orang per tahun.

Weaponization Ia telah mengemukakan bahwa Legionella dapat digunakan sebagai senjata,dan memang modifikasi genetik Legionella pneumophilatelah ditunjukkan di mana tingkat kematian pada hewan yang terinfeksi dapat ditingkatkan menjadi hampir 100%. 

Biologi molekular Dengan aplikasi modern genetik sel biologi teknik dan molekuler, mekanisme yang digunakan oleh Legionella berkembang biak di dalammakrofag mulai dipahami. The kaskade peraturan khusus yang mengatur diferensiasi serta regulasi gen sedang diteliti. Para genom sekuens dari empat L. pneumophila strain telah diterbitkan dan sekarang mungkin untuk menyelidiki seluruh genom dengan metode molekuler modern. Struktur molekul dari beberapa faktor virulensi terbukti Legionella telah ditemukan oleh beberapa peneliti. Studi molekuler berkontribusi pada bidang penelitian klinis, diagnosis, perawatan, epidemiologi, dan pencegahan penyakit. 

Sumber kontrol sumber umum dari Legionella termasuk menara pendingin (digunakan dalam industri sistem air pendingin), besar penyejuk udara sentralsistem, domestik sistem air panas, air mancur, kolam renang (terutama di negara-negara scandinavian dan irlandia utara) dan penyebar sejenis yang memanfaatkan suplai air umum . sumber-sumber alam termasuk kolam air tawar dan anak sungai. Banyak lembaga pemerintah, produsen menara pendingin, dan organisasi perdagangan industri telah mengembangkan dan pemeliharaan pedoman desain untuk mencegah atau mengendalikan pertumbuhan Legionella dalam menara pendingin. Penelitian terbaru di Journal of Infectious Diseases memberikan bukti bahwa Legionella pneumophila , agen penyebab 'penyakit legiuner, dapat melakukan perjalanan setidaknya 6 Km dari sumbernya oleh penyebaran udara. Itu yang diyakini sebelumnya bahwa penularan bakteri dibatasi untuk jarak pendek banyak. Sebuah tim ilmuwan Prancis ditinjau rincian epidemi 'penyakit legiuner yang berlangsung diPas-de-Calais , Perancis utara, pada 2003-2004. Ada 86 kasus yang dikonfirmasi selama wabah, yang 18 menyebabkan kematian. Sumber infeksi diidentifikasi sebagai menara pendingin di petrokimia tanaman, dan analisis mereka yang terkena wabah mengungkapkan bahwa beberapa orang yang terinfeksi hidup sejauh 6-7 km dari pabrik. Beberapa negara-negara Eropa membentuk Kelompok Kerja Eropa untuk Legionella Infeksi (EWGLI) untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang pemantauan potensi sumber Legionella . The EWGLI telah menerbitkan pedoman tentang tindakan yang akan diambil untuk membatasi jumlah unit pembentuk koloni (CFU, yaitu bakteri hidup yang mampu berkembang biak) dari Legionella per liter:
Legionella bakteri CFU / literTindakan yang diperlukan (35 sampel per fasilitas yang diperlukan, termasuk 20 air dan 10 swab)
1000 atau kurangSistem di bawah kendali.
lebih dari 1000
sampai dengan 10.000
Review program operasi. Hitungannya harus dikonfirmasikan dengan segera-sampling ulang. Jika jumlah yang sama ditemukan lagi, review atas tindakan pengawasan dan penilaian risiko harus dilakukan untuk mengidentifikasi tindakan perbaikan.
lebih dari 10.000Melaksanakan tindakan korektif. Sistem tersebut harus segera kembali sampel. Hal ini kemudian harus "ditembak tertutup" dengan tepat biosida , sebagai tindakan pencegahan. Penilaian dan pengendalian resiko tindakan harus ditinjau ulang untuk mengidentifikasi tindakan perbaikan. (150 + CFU / ml pada fasilitas kesehatan atau rumah jompo memerlukan tindakan segera.)
Suhu mempengaruhi kelangsungan hidup Legionella , sebagai berikut:
  • Pada 60 ° C (140 ° F) - Legionella mati seketika - pasteurisasi terjadi.
  • Pada 55 ° C (131 ° F) - 95% mati
  • 50 sampai dengan 55 ° C (122-131 ° F) - bisa bertahan hidup tetapi tidak berkembang biak
  • 35-46 ° C (95-115 ° F) - Ideal kisaran pertumbuhan
  • 20 sampai 50 ° C (68-122 ° F) - Pertumbuhan kisaran
  • Di bawah 20 ° C (68 ° F) - Dapat bertahan tetapi tidak aktif, bahkan di bawah titik beku
-Diterbitkan Kesehatan dan Keselamatan Eksekutif panduan bagi pengusaha di Britania Raya , 
Data di atas diakui rentang standar industri dalam Inggris, diambil dari ACoP L8.
Pengendalian Legionella pertumbuhan dapat terjadi melalui bahan kimia atau metode termal. tembaga-perak ionisasi adalah sebuah proses kimia yang menyebar dan menghancurkan biofilm dan slimes bahwa pelabuhan dapat Legionella dalam jangka panjang. Hyperchlorination dengan klorin dioksida atau monochloramine adalah alternatif pengobatan dispersif sama. cahaya ultraviolet, pemberantasan termal, dan ozon jangka pendek (nondispersive) perlakuan. 

Klor Sebuah istilah kimia pengobatan-pendek, klorin harus diulang setiap 3-5 minggu. faktor Korosi berlaku.

perak ionisasi Tembaga Industri-ukuran tembaga-perak ionisasi disetujui oleh US Environmental Protection Agency untuk Legionella pengendalian dan pencegahan.Selama tingkat ion tembaga dan perak yang cukup untuk menjalankan fungsi mereka desinfeksi desinfeksi dapat terjadi secepat satu minggu. Produk yang secara dramatis dapat berdampak pada tingkat ion tembaga termasuk pH air kota, klorin bebas, dan korosi air inhibitor kota fosfat dan silika.

US EPA mengeluarkan Peraturan Federal Register dokumen pada tanggal 21 September 2007 dengan judul "Pestisida Pendaftaran; Klarifikasi untuk Ion-Membangkitkan Tetap" yang menyatakan bahwa unit tembaga perak ionisasi harus terdaftar sebagai sebuah biosida.Dokumen mendaftar Federal menyatakan sebagai berikut; "Berdasarkan FIFRA, merupakan pelanggaran hukum untuk menjual atau mendistribusikan pestisida `` kecuali yang didaftarkan oleh EPA sesuai dengan bagian FIFRA 3. EPA memiliki kewenangan untuk mendaftarkan pestisida pada bagian FIFRA 3, dan oleh karena itu untuk menafsirkan pestisida istilah `` `` dan perangkat untuk tujuan menentukan apa dan apa yang tidak tunduk pada persyaratan pendaftaran FIFRA "". Pasal-pasal yang tercakup dalam pemberitahuan ini adalah ion generator yang menggabungkan zat (misalnya, perak atau tembaga) dalam bentuk elektroda, dan lulus arus melalui elektroda untuk melepaskan ion zat yang untuk tujuan mencegah, menghancurkan, memukul mundur, atau mengurangi hama (misalnya , bakteri atau ganggang). Karena item ini menggabungkan suatu zat atau zat yang mencapai fungsi pestisida mereka, barang-barang seperti dianggap pestisida untuk tujuan FIFRA, dan harus terdaftar sebelum penjualan atau distribusi. "
Klorin dioksida Klorin dioksida telah EPA disetujui sebagai dasar air minum desinfektan sejak tahun 1945. Ini tidak menghasilkan produk sampingan karsinogenik seperti klorin dan bukan merupakan logam berat terbatas seperti tembaga. Hal ini terbukti kontrol yang sangat baik Legionella dalam sistem air panas dan dingin dan kemampuan sebagai sebuah biosida tidak dipengaruhi oleh pH, atau korosi air inhibitor apapun seperti silika atau fosfat. Monochloramine adalah alternatif. Suka dan klorin dioksida klor, monochloramine adalah EPA disetujui sebagai desinfektan air minum utama. pendaftaran EPA membutuhkan biosida label EPA yang berisi racun dan data lain yang dibutuhkan oleh EPA untuk semua terdaftar biocides EPA. Jika produk yang dijual sebagai biosida maka produsen secara hukum harus menyediakan label biosida. Dan purcharser adalah hukum diharuskan untuk menerapkan biosida per label biosida.

pemberantasan Thermal pemberantasan Thermal ( superheating sampai 140 ° F (60 ° C) dan pembilasan) adalah pengobatan nonchemical yang biasanya harus diulang setiap 3-5 minggu.

READ MORE - Legionella Mewabah di Bali?